Lagu pujian :
KJ 18:1,3
KJ 26:1 & 2-3
Bahan Renungan : Yohanes 21:1-14 & 18:15-18
Untuk renungan di pagi ini, saya kasih judul “Perjumpaan dengan Tuhan yang membuat pemulihan diri”
Bapak, ibu dan saudara yang terkasih,
Apa jadinya apabila kita hidup terbelenggu oleh rasa bersalah?
Rasa bersalah itu melumpuhkan, membuat orang tidak bergairah dalam hidupnya. Tidak bersemangat. Meskipun kita tahu apa yang baik, apa yang benar, dan apa yang berguna namun bila rasa bersalah telah membelenggu diri kita maka akan membuat kita enggan melakukan sesuatu yang baik. Yang terpikir adalah apa gunanya berbuat baik tokh aku sudah dianggap salah oleh mereka?? Rasa bersalah juga membuat orang menjadi takut atau trauma. Takut terulang kembali kesalahan itu. Tapi malahan ketakutan itu mendorong kita untuk menjatuhkan diri dengan melakukan kesalahan yang sama dan berulang-ulang.
Demikian pula, hal itu terjadi pada rasul Petrus setelah ia menyangkali Tuhannya sebanyak 3 kali. Meskipun ia tahu Tuhan Yesus telah bangkit pada hari ketiga dan menampakkan diri pada Maria Magdalena dan juga dia bersama-sama murid-murid yang lain namun hal itu belum cukup menyakinkan dia untuk melakukan hal yang semestinya ia lakukan dalam menanggapi panggilan hidupnya yaitu untuk memberitakan Injil Tuhan. Dia butuh pemulihan diri.
Lihat apa yang dilakukan Petrus bersama dengan murid-murid yang lain?
Mereka malahan kembali pada pekerjaan mereka sebagai nelayan yaitu menangkap ikan lagi. Sedangkan kalau kita perhatikan panggilan Petrus adalah menjadi penjala manusia (Lukas 5:1-11) yaitu untuk membawa sebanyak mungkin orang untuk percaya kepada Yesus sebagai Tuhan. Namun ia malah melakukan pekerjaan yang sudah ia tinggalkan itu. Kembali ke masa lalu. Melupakan masa depan yang seharusnya ia songsong.
Mengapa itu bisa terjadi?
Saya rasa karena ia belum terbebas dari rasa bersalah karena menyangkali Tuhannya. Masih terbelenggu. Belum bebas. Ia tak mungkin menguatkan murid yang lain untuk melakukan sesuatu yang menjadi panggilan mereka karena ia sendiri masih merasa gagal. Apalagi peristiwa penyangkalannya itu tentu saja murid-murid yang lain mengetahuinya entah mendapatkan cerita dari Petrus sendiri atau mendengar kesaksian dari orang lain. Dan keempat kitab Injil mencatatnya dengan jujur tanpa ditutup-tutupi.
Oleh karena itu, Tuhan Yesus sendirilah yang harus memulihkannya, disaksikan oleh murid-murid yang lain.
Bagaimana Tuhan Yesus memulihkan Petrus?
Tuhan Yesus datang menjumpai Petrus yang kepayahan setelah semalaman tidak mendapatkan tangkapan ikan di danau Tiberias. Dia melakukan mukjijat kembali yang mirip dengan mukjijat pertama kali Tuhan Yesus memanggil Petrus. Tangkapan Petrus sangat banyak. Pada tangkapan kedua ini, tercatat ada 153 ekor ikan. Dan ternyata 153 adalah jumlah deret 1,2,3 sampai 17.
Seakan Tuhan mau kembali menegaskan bahwa Tuhan sendiri yang memelihara hidupnya dan akan menambahkan berkat pada dirinya bila ia mau taat kepada-Nya.
Pada mukjijat pertama, Petrus meminta Tuhan Yesus menjauh darinya karena merasa dirinya tak layak karena menyadari dirinya yang berdosa (Lukas 5:8), namun pada mukjijat kedua ini ia malah menyongsong Tuhannya seakan rasa takut dalam dirinya karena rasa bersalah itu telah sirna. Ternyata Tuhan mau peduli pada dirinya. Hal pertama yang ia tahu, Tuhan mau mencukupi kebutuhannya bahkan di luar dugaan, ikan-ikan besar yang diperolehnya di waktu pagi hari, waktu yang tidak biasa untuk menangkap ikan.
Di tepi pantai, Tuhan Yesus telah menyiapkan api arang dengan ikan dan roti di atasnya. Kembali Tuhan mengajak Petrus pada kenangan masa lalunya. Pertama adalah api arang. Petrus menyangkali Tuhannya sebanyak 3 kali saat ia berdiang di dekat api arang bersama hamba-hamba Imam Besar, Kayafas di malam menjelang penyaliban Tuhan Yesus (Yohanes 18:12-27). Saat itu, dia gagal mempertahankan imannya di tengah kerumunan orang.
Kedua, ikan dan roti. Tentulah Petrus belum lupa bagaimana pengalaman yang luar biasa tatkala Tuhan Yesus memberikan makan 5000 dan 4000 orang yang kelaparan setelah berhari-hari mengikuti-Nya hanya dengan sedikit ikan dan roti malah sisa beberapa keranjang. Pengalaman iman itu tentu membekas dalam diri Petrus yang ikut membagikan roti dan ikan saat itu.
Api arang menunjuk pada kegagalan iman. Ikan dan roti menunjuk pada pengalaman iman. Kedua hal tersebut, disatukan pada satu kesempatan.
Mungkin, orang memandang biasa. Tapi dalam diri Petrus yang pernah melewati masa-masa itu dengan menyaksikan kembali sesuatu yang mengingatkan dia akan masa lalunya, tentu memberikan makna tersendiri baginya. Lukanya terkuak. Ia harus menghadapi trauma melihat api arang karena mengingatkan dia akan kegagalannya. Ini pilihan baginya apakah mau menghadapi trauma masa lalu atau kembali menyangkali kenyataan pahit itu ada?
Pada bacaan selanjutnya, kalau Bapak, Ibu dan Saudara perhatikan saat masih di tepi pantai itu, saat dimana api arang yang dibuat Tuhan Yesus masih ada, Tuhan menantang Petrus dengan 3 pertanyaan yang sama tentang kasihnya pada Tuhannya. Petrus menjawab kalau dia mengasihi Tuhannya. Dalam teks bahasa Yunani kata kasih yang dipakainya adalah filia (kasih persaudaraan) bukan agape (kasih tanpa syarat). Namun demikian, Tuhan Yesus mau menerima pernyataannya itu apa adanya malah memberikan tugas penggembalaan umat-Nya. Satu tanggung jawab yang besar yang diberikan pada seseorang yang pernah gagal mempertahankan imannya.
Pemulihan terjadi, saat Tuhan kembali mempercayakan pada kita tanggung jawab yang seharusnya kita emban. Tuhan kembali membawa kita pada jalan yang seharusnya kita tempuh.
Bila kita masih terbelenggu oleh rasa bersalah, kita tidak tahu apa yang akan kita lakukan selanjutnya di masa depan. Motivasi untuk menyongsong masa depan tidak akan kuat apabila luka-luka batin di masa lalu belum juga disembuhkan.
Ini berarti apa?
Seringkali kita bertindak sebagai reaksi atas apa yang kita alami atau yang menimpa kita. Seperti pengalaman masa kecil yang menyakitkan tatkala kita pernah merasakan penolakan atau pelecehan yang mungkin kita terima dari orang-orang terdekat yang bisa jadi malah oleh orang tua kita sendiri. Apabila sakit hati itu belum juga dipulihkan dan kita bawa sampai dewasa, itu akan menjadi belenggu yang menjadikan satu alasan kita melakukan perlakuan yang sama seperti itu yaitu: merendahkan dan melecehkan orang yang kita anggap lebih rendah daripada kita. Balas dendam. Perlakuan kita itu membuat kita merasa bersalah.
Cobalah perhatikan orang-orang penting di sekitar kita yang mempengaruhi kehidupan kita. Entah itu sahabat, teman kerja, tetangga, kenalan atau mungkin saudara seiman. Ada di antara mereka yang memiliki sifat / karakter yang menjengkelkan seperti suka mencari-cari kesalahan orang, merendahkan orang lain, munafik, penjilat, merasa diri benar, susah diatur, bebal, dll. Tapi berhentilah sejenak untuk menghakimi orang tersebut. Mari kita coba bercermin. Memandang diri sendiri secara jujur apa adanya. Apakah aku dulu juga seperti itu? Atau malah masih kulakukan hal-hal yang menjengkelkan itu? Kenapa aku kok bertemu dengan orang-orang menjengkelkan itu dan tidak berlalu saja dari kehidupanku?
Kita harus berani mengakui adanya luka batin itu. Dengan jujur apa adanya tanpa menyangkalinya. Menerima Kristus berarti juga menerima kenyataan hidup. Kita harus menghadapinya karena Tuhan akan memulihkan kita mungkin dengan cara yang seperti dialami oleh Petrus itu, bahwa kita harus menghadapi luka batin masa lalu dengan merasakan kembali kenangan itu pada saat ini. Apabila luka itu disebabkan kesalahan kita itu berarti kita diajak untuk mau mengampuni diri sendiri.
Orang tak akan sanggup mengampuni orang lain yang bersalah padanya apabila ia tidak mau mengampuni diri sendiri. Menerima diri sendiri apa adanya. Mau berdamai dengan diri sendiri. Karena memang Tuhan yang kita kenal adalah Tuhan yang mau menerima kita apa adanya. Bagaimanapun kita dan siapakah kita di masa lalu.
Kalau ternyata, kita dibawa Tuhan pada kenangan masa lalu, Tuhan pasti akan mengaruniakan kekuatan pada kita untuk menanggungnya dalam kasih karunia-Nya. Dulu mungkin ketika kenangan kegagalan kita begitu menyakitkan kita rasakan tapi bila tenyata kita menyadari bahwa Tuhan yang mengijinkan itu kita alami kembali saat ini, maka coba kita sadari ternyata Tuhan pun telah memampukan kita untuk melewatinya tanpa bereaksi seperti dulu, marah, balas dendam, jengkel atau iri. Tapi dengan kasih karunia-Nya kita akan dimampukan untuk mengampuni dan menerima orang lain apa adanya.
Seperti juga Yakub yang pernah menipu bapaknya untuk mendapatkan berkat. Yakub yang licik dan penipu itu pun harus berhadapan dengan Laban, pamannya yang berulang kali menipunya. Kemudian dia harus berurusan langsung dengan Tuhan yang menyatakan diri dalam laki-laki yang berkelahi dengannya di tepi sungai Yabok. Ia terpelecok karena Tuhan harus memukul pangkal pahanya sumber kekuatan dirinya. Sehingga dia harus ditopang oleh tongkatnya untuk dapat berjalan. Dia harus belajar rendah hati dn tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri bahkan untuk mendapatkan berkat Tuhan.
Namun demikian, segala strategi dan kelicikannya tak berhasil untuk mengatasi ketakutannya pada kakaknya, Esau, yang telah ditipunya. Ketakutan akan kesalahan masa lalunya itu harus dihadapinya ketika kakaknya itu akan bertemu dengannya. Strategi dan kelicikannya tak ada gunanya untuk mendapatkan berkat tapi hanya oleh kasih karunia Tuhan akhirnya hubungan Yakub dan Esau pun dipulihkan tanpa ada perselisihan lagi di antara mereka.
Yach, kita harus berani menghadapi masa lalu yang menghantui atau kalau tidak itu akan terus menghantui kita dan membuat selubung yang menutup mata kita untuk melihat kemuliaan Tuhan dalam hidup kita. Seperti Petrus yang telah dipulihkan oleh Tuhan Yesus, marilah kita mau menyerahkan luka-luka batin kita pada Tuhan yang mau dan sanggup menyembuhkan kita seperti tertulis dalam 1 Petrus 2:21-25 (dibacakan).
Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.
Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.
Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.
Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.
Maukah kita dipulihkan? Maukah kita bersabar atas diri kita sampai Tuhan sempurna memulihkan kita? Biarlah itu menjadi perenungan kita.
Amin.
Disampaikan pada Kebaktian Doa Pagi di GKI Tegal - 20 Maret 2012
Septa Widodo Munadi
Allah hadir bagi kita
KJ 18:
Allah hadir bagi kita dan hendak memb’ri berkat,
melimpahkan kuasa RohNya bagai hujan yang lebat.
Ref.
Dengan Roh Kudus ya Tuhan, umatMu berkatilah!
Baharui hati kami; o, curahkan kurnia.
Allah hadir, sungguh hadir di jemaatNya yang kudus;
biar kasih kurniaNya menyegarkan kita t’rus.
Allah hadir! O, percaya dan berdoa padaNya
agar kita dikobarkan oleh nyala kasihNya.
Penebus, dengarkan kami yang padaMu berseru:
buka tingkap anug’rahMu, b’rikanlah berkat penuh!
mampirlah dengar doaku (KJ 26)
Mampirlah dengar doaku, Yesus Penebus.
Orang lain Kauhampiri, jangan jalan t’rus.
Ref.
Yesus, Tuhan, dengar doaku;
Orang lain Kauhampiri,
jangan jalan t’rus.
Di hadapan takhta rahmat aku menyembah,
tunduk dalam penyesalan. Tuhan tolonglah!
Ini saja andalanku: jasa kurbanMu.
Hatiku yang hancur luluh buatlah sembuh
Kaulah Sumber penghiburan, Raja hidupku.
Baik di bumi baik di sorga, siapa bandingMu?