Silahkan diklik untuk downlond :
Menghadapi Tekanan dalam Penderitaan
Bukan aku tapi Kristus
Kebenaran Kristus vs Kepalsuan Iblis
Senin, 06 Juli 2015
Rabu, 11 Maret 2015
Minta Dilayani Karena Melayani
#sebuahcatatankonyol
Seperti Kristus yang merendahkan diri dari surga mulia
menjadi manusia biasa untuk melayani manusia berdosa
demikian pula hendaknya kamu tahu
karena aku melayani...
Maka akupun harus terlebih dulu mulia untuk LAYAK melayani:
punya jabatan..
pekerjaan tetap yang pretisius..
paling tidak seorang dokter atau pengusaha
yang bukan karyawan biasa yang ecek-ecek
paling tidak punya rumah megah dan mobil mentereng
jadi PAS seperti Kristus yang mulia itu
RELA melayani yang rendahan seperti kamu...
Seperti Kristus yang rela berkurban bahkan diri-Nya sendiri
bagi orang-orang berdosa dengan merelakan nyawaNya
menjadi tebusan banyak orang..
demikian pula hendaknya kamu tahu
karena aku melayani...
Maka kamupun harus paham betapa besar PENGURBANAN
waktu, tenaga, uang, kesempatan, talenta,
yang tentunya tidak sedikit
Kamu pun harus MENGHARGAI pengurbananku itu
dan tidak menganggap enteng apa yang sudah kuberikan
Seperti bayi Kristus yang menerima mas, kemenyan dan mur
sebagai persembahan orang-orang majusi
demikian pula hendaknya kamu tahu
karena aku melayani...
Maka kamupun harus menyerahkan harta, pujian dan kemuliaan
untuk diriku yang susah payah melayanimu
karena itu memang hakku, dan karena untuk semua itu aku MAU
melayanimu...
Kamis, 29 Januari 2015
Jangan Salah Menyampaikan Suatu Pesan
Seringkali kita sok tahu lebih dari apa yang
sebenarnya kita tahu. Kita merasa diri lebih mengetahui segala sesuatu daripada
Allah Yang Maha Tahu. Kita merasa lebih paham maksud Firman Tuhan bahkan dari
Allah sendiri. Dengan pongahnya seringkali kita mengganggap penafsiran kita
yang paling benar.
Mendengar kotbah Minggu kemarin (25 Januari 2015 di GKI Tegal) oleh
Bapak Nicolas Kurniawan dari GKI Bromo Malang, aku dibukakan sesuatu yang baru
tentang nabi Yunus. Selama ini, persepsiku tentang cerita di Kitab Yunus adalah semata-mata hanya
tentang bagaimana Allah “mengubah” keputusan-Nya karena melihat pertobatan
orang-orang Niniwe. An sich, hanya itu. Padahal ada satu hal yang menarik yang
disampaikan Bapak Nicolas kalau ternyata nabi Yunus menyampaikan seruan kepada
orang Niniwe bukan seperti yang Tuhan kehendaki.
Memang Tuhan meminta nabi Yunus untuk
menyampaikan seruan tapi bukan berarti itu adalah tentang 40 hari lagi kota itu
akan dijungkirbalikkan. Bisa jadi benar juga bahwa 40 hari lagi kota itu akan
dibinasakan tapi intinya bukan pada pemberitaan penghukuman itu. Tapi
seruan yang dimaksud Allah adalah supaya
orang Niniwe itu bertobat sebab alasan Allah adalah banyak orang yang mengeluh
tentang kejahatan orang Niniwe. Seruan pertobatan karena melihat kejahatan itu
didasari oleh kemurahan dan kasih karunia Allah semata. Allah murka atas
kejahatan manusia, ya, itu benar. Tapi Allah juga penuh kasih sayang agar
manusia bertobat dan berbalik dari jalannya yang sesat.
Ini berbeda dengan motivasi yang “menguasai” nabi
Yunus. Ini mungkin kita bisa pahami karena ia sebagai nabi Israel yang diminta
untuk menyampaikan Firman Allah pada ibukota negara yang pada waktu itu
menguasai Israel. Betapa geramnya Yunus ketika ia diminta untuk menyampaikan
Firman Tuhan pada musuh bangsanya. Mereka telah nyata-nyata menindas bangsa
Israel dan melakukan apa yang jahat pada bangsa Israel tapi kenapa Allah
menaruh perhatian pada mereka. Kegeraman itulah yang mendasari nabi Yunus
menyampaikan berita penghukuman pada kota itu.
Di ayat Yunus 1:2, dikatakan “Bangunlah, pergilah
ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka karena kejahatannya
telah sampai kepadaKu”. Ditegaskan lagi pada Yunus 3:2 yakni setelah Yunus
keluar dari ikan besar :”Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu,
dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.” Tuhan menyatakan
“berserulah terhadap mereka” dan “sampaikanlah kepadanya seruan... .” Tuhan
tidak secara eksplisit menyatakan seruan yang harus disampaikan oleh nabi
Yunus. Bisa jadi tentang penghukuman 40 hari lagi Niniwe akan
ditunggangbalikkan karena memang pada ayat 3:10 dinyatakan Allah menyesal
karena malapetaka yang telah dirancangkanNya. Bisa jadi bukan hanya berita
penghukuman saja.
Sekarang pertanyaannya apakah hanya tentang
penghukuman saja berita yang harus disampaikan oleh nabi Yunus pada kota
Niniwe? Tidak adakah berita pengampunan dan ajakan untuk bertobat? Itu tidak
disampaikan oleh nabi Yunus (lebih tepatnya penulis kitab Yunus tidak
memberitakan kabar itu). Yang tercatat adalah nabi Yunus tahu bahwa Allah
adalah Allah yang pengasih dan penyayang. Dan Allah yang demikianlah dijadikan
alasan bagi dia untuk melarikan diri dari panggilan Allah. Dia beralasan bahwa
Allah pasti mengampuni orang Niniwe. Karena Allah akan mengampuni orang Niniwe
maka ia enggan ke Niniwe dan melarikan diri dari panggilan itu.
Tapi kenapa nabi Yunus menjadi marah setelah
Allah tidak jadi menghukum Niniwe? Bukankah itu satu hal yang baik dimana ada
orang yang bertobat dan terluput dari malapetaka? Bisa jadi dia marah karena
malu dimana sebagai seorang nabi perkataannya tidak terjadi maka pastilah orang
akan menganggapnya sebagai nabi palsu. Dia marah kembali mengungkit alasan
pembenaran diri kenapa dia dulu menjauh dari panggilan Allah dan menyalahkan
Allah. Atau karena dia tahu Allah itu murah hati maka dia enggan mengetahui
bahwa musuhnya itu akhirnya bertobat dan menyesali perbuatannya yang jahat
sehingga tidak jadi dihukum oleh Allah. Hal terakhir itu pula mungkin yang
mendasari seruan nabi Yunus. Seruan penghukuman saja yang tidak disertai seruan
untuk bertobat.
Seringkali pun kita terjebak pada hal tersebut.
Kita lebih suka menyampaikan “kebenaran” pada musuh-musuh kita akan penghakiman
dan penghukuman yang akan menimpa mereka. Seringkali motivasi kita bukan supaya
mereka bertobat tapi lebih didasari oleh kegeraman hati kita sehingga kita
lebih suka melihat musuh kita dihukum Allah
dan meskipun mereka nantinya bertobat kitapun lebih suka mereka menerima
lebih dulu penghukuman itu sebelum akhirnya mereka bertobat. Kita akan jadi
marah bila ternyata penghukuman itu tidak terjadi. Paling tidak mereka merasakan
penderitaan yang sama kita alami karena kejahatan mereka lakukan pada kita.
Impas.
Ada seorang yang terkenal di dunia maya namanya
Jonru. Banyak orang membencinya (meskipun banyak pula yang menyukainya) bukan
karena apa yang disampaikannya benar atau salah. Lebih pada motivasi apa
dibalik semua hal yang ia lakukan. Dia selalu menyampaikan hal-hal yang mungkin
saja benar tapi apa yang disampaikannya mendorong orang menjadi marah dan benci
akan seseorang atau sekelompok orang. Pembelaannya tentulah bahwa apa yang
disampaikan itu adalah suatu kebenaran tapi itu tidak serta merta akan
membenarkan cara yang ia lakukan.
Ketika kita ingin menyampaikan kebenaran tapi itu
didasari oleh kebencian di hati kita maka pesan yang diterima oleh orang itu
bisa jadi samar. Bersyukurlah kalau ternyata kebenaran itu membuat orang itu
bertobat seperti orang-orang Niniwe tapi bila tidak maka kebencian saja yang
akan diterimanya. Masalah ada pada kita bukan pada kebenaran itu. Apakah kita
mau jujur pada diri sendiri bila kita diperhadapkan pada kebenaran itu? Bila
kebenaran itu dinyatakan pastilah ada konsekuensi yang akan dipilih apakah
menerima kebenaran itu ataukah menolaknya. Bila ternyata kebenaran itu adalah
suatu perubahan pada diri musuh kita sehingga mereka tidak lagi menjadi musuh
kita karena pertobatannya, apakah kita siap menerima kenyataan itu? Bila kita
tidak siap dan tetap “membiarkan” musuh kita tetap jadi musuh kita bisa jadi
itu adalah alasan kita enggan untuk menyatakan kebenaran.
Kebenaran itu tidak berhenti menjadi kebenaran
milik kita pribadi. Kebenaran Allah yang menjadi pesan yang harus kita serukan
pada dunia yang menuju kebinasaan adalah kebenaran yang sempurna dimana murka
Allah nyata pada kejahatan manusia dan Allah mau manusia bertobat. Kebenaran
itu tidak berhenti pada penghakiman Allah saja tapi berlanjut pada kasih
karunia Allah yang mau mengampuni. Tidak berhenti jika manusia yang berbuat
jahat harus menanggung akibat dari kejahatannya itu. Yunus belajar tentang hal
ini.
Bahkan Yunus belajar sampai 3 kali. Kali pertama
ia alami sendiri ketika ia bersedia dilempar ke laut untuk meredakan amarah
Allah dalam laut yang bergelora karena ia menjauh dari panggilan Allah namun
Allah menyelamatkan dengan mengutus ikan besar menelannya. Yang kedua, ketika
kota Niniwe yang layak dihukum Allah tidak jadi mengalami penghukuman itu
karena mereka bertobat dan yang terakhir bagaimana Yunus yang mau mati dihiburkan
dengan adanya pohon jarak yang menaunginya ketika terik matahari.
Pesan kebenaran harus disampaikan dan bila pesan
itu ditujukan pada kita agar kita menyampaikannya pada dunia kita tak boleh
enggan. Sekalipun enggan, Allah kita telah memilih kita dan tidak berpaling
dari pilihan-Nya itu meskipun kita bisa jadi berpaling dari panggilan-Nya. Dia
akan tetap mengejar kita dan menangkap kita sampai kita menuntaskan tugas
panggilan kita. Pesan kebenaran itulah yang mula-mula akan mengubahkan kita
sehingga kita bisa menyampaikannya pada dunia.
(pekauman kulon-dukuhturi, tegal ; 30 Januari 2015)
Langganan:
Postingan (Atom)